Photo:Radarmadiun |
"Kami memang sajikan nuansa yang beda," ujar Muhammad Joko Pramono atau biasa disapa 'Mamad' ( pemilik rumah restoran tersebut) .
Setiap hari waktu Mamad banyak dihabiskan di rumah makan yang didirikan sejak 2014 tersebut.
Tak hanya sekadar mengawasi, pria kelahiran 12 Maret 1976 tersebut terlihat sesekali masuk ke ruang dapur untuk mengontrol 30 pekerjanya.
"Ya hampir tiap hari di sini, ngontrol kadang juga bantu-bantu pekerjaan," ungkap suami Erna Wati Nuranifah itu.
Meski kini merengkuh sukses dengan bisnis kuliner yang digeluti, semua perjalanan hidup yang dilalui tidaklah mudah.
Semula Mamad hanya seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang mencoba peruntungan keluar negeri. Bermodalkan keterampilan dari Dinas Sosial Jakarta, dirinya memberanikan diri untuk bekerja di salah satu hotel mewah di negeri Brunei Darussalam. "Kebetulan bibi kerja di Dinsos Jakarta," imbuhnya.
Saat bekerja di hotel tersebut, Mamad sering berkecimpung di restoran hotel. Tepatnya sebagai waiters. Hanya saja, karena ketertarikannya di bagian dapur membuatnya banyak memperhatikan, hingga Mamad berhasil menjadi salah satu juru masak di hotel tersebut.
"Mulai dari waiters akhirnya belajar jadi juru masak, koki," tambahnya.
Bekerja selama 6 tahun di Brunei Darusalam, jauh dari keluarga membuat Mamad kangen kampung halaman. Ayah 2 orang anak itu pun akhirnya memutuskan pulang ke Magetan. Sepulang dari Brunei, Mamad masih menganggur. Hingga pada akhirnya muncul ide untuk mendirikan sebuah rumah makan. Meski sedikit ragu, berkat dukungan dari keluarga akhirnya membuat tekad Mamad bulat. Sekitar pada pertengahan tahun 2014, dirinya mendirikan rumah makan yang diberi nama Joglo Ne Karto.
"Dulu sempat bingung setelah pulang. Jadi pernah nganggur. Tetapi akhirnya punya ide buat usaha rumah makan atau cucian, sama keluarga diarahkan ke rumah makan karena ada basic-nya, " tuturnya.
Setelah rumah makan tersebut berdiri, Mamad pun sempat galau. Bagaimana tidak, dirinya mengelola semuanya sendiri. Pengunjung yang datangpun hanya satu-dua. Bahkan sekalinya ramai, kebanyakan justru adalah kerabatnya sendiri. Selama 2 sampai 3 bulan, Mamad terus bertahan meski merugi. Setelah 3 bulan bertahan berangsur pengujungnya makin bertambah. Hingga rumah makan miliknya terus berkembang hingga saat ini.
"Awalnya susahnya bukan main, tetapi bertahan. Dari pengujung keluarga sendiri, akhirnya dari mulut ke mulut makin ramai," jelasnya, seperti dilansir Radar Madiun, (19/02/2016)
Dengan usaha yang dijalani ini Mamad senang lantaran mampu mempekerjakan warga di sekitar rumahnya sendiri. Tak ayal banyak yang berterima kasih padanya. Tak main-main, Mamad pun tak merekrut karyawan yang sudah mahir. Dirinya memilih pekerja yang memulai dari nol. Selanjutnya, pekerja tersebut diajari secara perlahan.
"Kalau dari nol, bisa diajari sehingga semua resep itu sama. Kalau sudah jago biasanya sulit diajari. Senengnya sudah bisa mempekerjaan orang sekitar, " imbuhnya.
Sumber:Radarmadiun.co.id
Post a Comment