Ada sebuah tulisan dari Koran "Apa Kabar + " yang membuat hati saya bergetar hebat , Memerah seketika mata saya ,mengucur deras air yang keluar dari mata ini.
Dada saya serasa sesak ,panas ,ubun-ubun serasa mengepulkan asap.
Bukan Lebay ,tapi inilah perasaan yang seketika muncul ketika membaca tulisan itu.
Seorang ibu yang berusia lanjut dan sudah renta, seorang diri hidup di pinggir atau di hutan karena diusir oleh Menantunya,anaknya sepuluh tahun yang katanya bekerja di Hong Kong dengan menjadi Buruh Migran di Hong Kong tanpa kabar dan tidak pernah pulang menemui ibu nya.
Oh Allah, membayangkan deritanya seorang nenek renta yang hidup sendirian saja saya sudah tak sanggup , apalagi membayangkan derita batin yang nenek ini rasakan, sakiiiiiiit.
Mungkin hanya do'a yang mampu saya panjatkan kehadirat Allah Azza Wa Jalla , semoga nenek selalu dalam lindungan Allah , banyak rezeki dan dikelilingi oleh orang-orang yang penyayang , dan semoga anakmu cepat menyadari ada Seorang ibu yang ssdang menanti kepulangannya di Hutan. ššš
Berikut Tulisan yang saya salin dari website ApakabarOnline.com
"Ponorogo – “Nduk, Wiji, Wiji Astutik Anakku, Muliho Nduk, Uripku saiki koyo ngene. Kowe nek nggoleki aku saiki eneng kene, eneng pinggir alas. Ojo nggoleki aku eneng keprabon, mergo aku wis ditundung minggat karo dulurmu ipe songko keprabon.
[Nduk, Wiji, Wiji Astutik Anakku, Pulanglah Nduk, Hidup simbok sekarang seperti ini. Kamu kalau pulang mencari simbok jangan lagi ke rumah yang dulu, rumah tempat kamu lahir dan dibesarkan, sebab saudara iparmu sudah mengusir simbok dari rumah itu. Simbok sekarang hidup disini, di gubug tepi hutan.] ” begitulah kutipan pesan Mbah Jariyem kepada Wijiastutik putri kesayangannya yang sejak 10 tahun yang lalu hilang kabarnya di luar negeri.
Mbah Jariyem, nenek 81 tahun ini merupakan warga dusun Krajan Desa Mrican Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo. Disebuah gubug di tepian hutan kayu putih pinggiran desa Mrican lah, Apakabar+ menemukan keberadaan nenek ini. Kesehariannya beraktifitas di hutan menanam apa yang bisa dia tanam. Dengan keterbatasan fisiknya yang kian renta, diusia yang telah melewati 80 tahun ini mbah Jariyem masih tampak terlihat sehat. Dua ember berisi penuh air masih mampu beliau tenteng dari sebuah pipa bocor menuju gubuk tempat tinggalnya yang kira-kira berjarak 200-an meter.
Mempertahankan dan menyambung hidup tanpa bergantung pada belas kasihan orang lain, hanya itulah yang setiap hari mbah Jariyem lakukan. Meskipun tanah tempat gubugnya berdiri menumpang dia atas tanah yang bukan miliknya, namun untuk kehidupan sehari-hari, Jariyem menghindari merepotkan orang lain. Jariyem tetap berihtiyar memiliki kehidupan yang beradap dimata manusia dan di mata Allah SWT. Dari hasil menggantungkan hidupnya pada hutan, setiap hari Jariyem bisa memenuhi kebutuhan pangan meskipun jauh dibawah batas sederhana.
Jariyem, sebenarnya bukan tidak memiliki anak maupun suami. Bahkan rumah yang layak dan besar diatas tanah pribadipun dia punya. Konflik internal keluargalah yang membuatnya terdepak dari rumah tersebut, hingga membuatnya harus menjalani hidup seperti sekarang ini. Satu-satunya putri kesayangan yang menurut Jariyem paling perhatian, sudah 10 tahun ini hilang kabarnya. Yang diketahui Jariyem hanyalah, Wiji Astutik pergi bekerja ke luar negeri. Berawal dari pamitnya pergi ke Malaysia, namun pada perkembangannya, dari beberapa sumber, Jariyem mengetahui putrinya berada di Hong Kong.
Perempuan 81 tahun ini tidak mengetahui dengan pasti apakah Wiji Astutik mengetahui kondisi Jariyem terkini apa belum. Namun, menurutnya Wiji sebenarnya telah mengetahui konflik internal dalam keluarga tersebut sejak pertama kali konflik itu meletus. Pernah suatu waktu, bahkan Wiji menjanjikan akan membawa serta, memberi Jariyem kehidupan yang lebih bermartabat tidak seperti sekarang ini, namun sampai kini janji itu barulah janji, belum terealisasi. Setiap saat, Jariyem tak pernah berhenti, memohon kepada Ilahi, agar dimudahkan jalan rizki bagi Wiji, agar dia bisa segera berkumpul lagi setiap hari.
Tidak ada upaya yang bisa dilakukan Jariyem selain berdoa dan menunggu dengan tanpa kepastian kapan Wiji Astutik akan menjemput dan merengkuh hari tuanya. Pada kehidupannya yang sunyi, sendiri, Jariyem tak jarang melewati malam-malamnya dengan derai air mata pengharapan. Kepada Apakabar+ yang berkunjung ke gubug tempat tinggalnya, Jariyem sangat berharap, dengan tersebarnya kabar pencarian Wiji Astutik ini, bisa mengakhiri kesendiriannya.
Namun hal yang sangat disayangkan, tak satupun foto Wiji Astutik yang dimiliki Jariyem untuk membantu mempermudah pencarian. Jangankan foto Wijiastutik, dokumen-dokumen penting lainnya saja, Jariyem sama sekali tidak memiliki. Dengan demikian, sepenuhnya upaya Jariyem mencari Wijiastutik mengandalkan keberuntungan yang berpihak kepadanya.
Diantara isak tan tangis serta perih yang dia pendam, dari tepian hutan kayu putih RT 03 RW 03 Desa Mrican Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo Jawa Timur, menitipkan pesan, agar siapa saja yang mengetahui keberadaan Wijiastutik mohon untuk segera menghubungi redaksi, atau Wijiastutik sendiri yang membacanya, diharapkan untuk segera pulang menemui ibunda.
Sudah sepuluhan tahun lamanya mbah Jariyem tinggal di gubug ini. Tidak ada listrik, tidak ada kamar mandi. Ruangan dapur, gudang dan kandang ayam terintegrasi menjadi satu dengan ruang pembaringan mbah Jariyem kala melewati malam.
Jariyem Ibunda Wiji astutik :
Nduk, Wiji, Wiji Astutik Anakku, Muliho Nduk, Uripku saiki koyo ngene. Kowe nek nggoleki aku saiki eneng kene, eneng pinggir alas. Ojo nggoleki aku eneng keprabon, mergo aku wis ditundung minggat karo dulurmu ipe songko keprabo.
Mbok umure soyo tuwek nduk, sing dikarepne mbok bukan kepingin merepotkan anak di hari tua mbok, tapi mbok kepingin hidup bersama anak agar jika suatu saat mbok pergi dipanggil yang maha kuasa, kamu tidak menyesal. Kalau masih seperti sekarang ini kondisinya, nanti jika sewaktu-waktu mbok meninggal, apa kamu tidak menyesal jika hanya bisa menemukan kuburan mbok ?
Selama raga simbok masih mampu, insyaallah mbok tidak akan merepotkan siapapun, menjadi beban siapapun untuk memenuhi kebutuhan hidup mbopk sehari-hari. Malah, meskipun usia mbok sudah tua begini, mbok juga ingin bisa memberi kepada anak cucu dari hasil keringat mbok. Kamu tentu masih ingat bagaimana kehidupan di masa lalu kita, tidak pernah tertanam pendidikan dalam keluarga sehingga kita memiliki mental pengemis, apapun kondisinya.
Nduk, Wiji, sekali lagi, eleng ya nduk, mbok umure saiki wis tuwek, entah sampai kapan mbok akan hidup di dunia ini, hanya Allah SWT yang mengetahui dan memiliki kehendak. Kita manusia hanya menjalani ketentuan Allah SWT. Pulanglah nduk, jemput simbok."
Dada saya serasa sesak ,panas ,ubun-ubun serasa mengepulkan asap.
Bukan Lebay ,tapi inilah perasaan yang seketika muncul ketika membaca tulisan itu.
Seorang ibu yang berusia lanjut dan sudah renta, seorang diri hidup di pinggir atau di hutan karena diusir oleh Menantunya,anaknya sepuluh tahun yang katanya bekerja di Hong Kong dengan menjadi Buruh Migran di Hong Kong tanpa kabar dan tidak pernah pulang menemui ibu nya.
Oh Allah, membayangkan deritanya seorang nenek renta yang hidup sendirian saja saya sudah tak sanggup , apalagi membayangkan derita batin yang nenek ini rasakan, sakiiiiiiit.
Mungkin hanya do'a yang mampu saya panjatkan kehadirat Allah Azza Wa Jalla , semoga nenek selalu dalam lindungan Allah , banyak rezeki dan dikelilingi oleh orang-orang yang penyayang , dan semoga anakmu cepat menyadari ada Seorang ibu yang ssdang menanti kepulangannya di Hutan. ššš
Berikut Tulisan yang saya salin dari website ApakabarOnline.com
"Ponorogo – “Nduk, Wiji, Wiji Astutik Anakku, Muliho Nduk, Uripku saiki koyo ngene. Kowe nek nggoleki aku saiki eneng kene, eneng pinggir alas. Ojo nggoleki aku eneng keprabon, mergo aku wis ditundung minggat karo dulurmu ipe songko keprabon.
[Nduk, Wiji, Wiji Astutik Anakku, Pulanglah Nduk, Hidup simbok sekarang seperti ini. Kamu kalau pulang mencari simbok jangan lagi ke rumah yang dulu, rumah tempat kamu lahir dan dibesarkan, sebab saudara iparmu sudah mengusir simbok dari rumah itu. Simbok sekarang hidup disini, di gubug tepi hutan.] ” begitulah kutipan pesan Mbah Jariyem kepada Wijiastutik putri kesayangannya yang sejak 10 tahun yang lalu hilang kabarnya di luar negeri.
Mbah Jariyem, nenek 81 tahun ini merupakan warga dusun Krajan Desa Mrican Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo. Disebuah gubug di tepian hutan kayu putih pinggiran desa Mrican lah, Apakabar+ menemukan keberadaan nenek ini. Kesehariannya beraktifitas di hutan menanam apa yang bisa dia tanam. Dengan keterbatasan fisiknya yang kian renta, diusia yang telah melewati 80 tahun ini mbah Jariyem masih tampak terlihat sehat. Dua ember berisi penuh air masih mampu beliau tenteng dari sebuah pipa bocor menuju gubuk tempat tinggalnya yang kira-kira berjarak 200-an meter.
Mempertahankan dan menyambung hidup tanpa bergantung pada belas kasihan orang lain, hanya itulah yang setiap hari mbah Jariyem lakukan. Meskipun tanah tempat gubugnya berdiri menumpang dia atas tanah yang bukan miliknya, namun untuk kehidupan sehari-hari, Jariyem menghindari merepotkan orang lain. Jariyem tetap berihtiyar memiliki kehidupan yang beradap dimata manusia dan di mata Allah SWT. Dari hasil menggantungkan hidupnya pada hutan, setiap hari Jariyem bisa memenuhi kebutuhan pangan meskipun jauh dibawah batas sederhana.
Jariyem, sebenarnya bukan tidak memiliki anak maupun suami. Bahkan rumah yang layak dan besar diatas tanah pribadipun dia punya. Konflik internal keluargalah yang membuatnya terdepak dari rumah tersebut, hingga membuatnya harus menjalani hidup seperti sekarang ini. Satu-satunya putri kesayangan yang menurut Jariyem paling perhatian, sudah 10 tahun ini hilang kabarnya. Yang diketahui Jariyem hanyalah, Wiji Astutik pergi bekerja ke luar negeri. Berawal dari pamitnya pergi ke Malaysia, namun pada perkembangannya, dari beberapa sumber, Jariyem mengetahui putrinya berada di Hong Kong.
Perempuan 81 tahun ini tidak mengetahui dengan pasti apakah Wiji Astutik mengetahui kondisi Jariyem terkini apa belum. Namun, menurutnya Wiji sebenarnya telah mengetahui konflik internal dalam keluarga tersebut sejak pertama kali konflik itu meletus. Pernah suatu waktu, bahkan Wiji menjanjikan akan membawa serta, memberi Jariyem kehidupan yang lebih bermartabat tidak seperti sekarang ini, namun sampai kini janji itu barulah janji, belum terealisasi. Setiap saat, Jariyem tak pernah berhenti, memohon kepada Ilahi, agar dimudahkan jalan rizki bagi Wiji, agar dia bisa segera berkumpul lagi setiap hari.
Tidak ada upaya yang bisa dilakukan Jariyem selain berdoa dan menunggu dengan tanpa kepastian kapan Wiji Astutik akan menjemput dan merengkuh hari tuanya. Pada kehidupannya yang sunyi, sendiri, Jariyem tak jarang melewati malam-malamnya dengan derai air mata pengharapan. Kepada Apakabar+ yang berkunjung ke gubug tempat tinggalnya, Jariyem sangat berharap, dengan tersebarnya kabar pencarian Wiji Astutik ini, bisa mengakhiri kesendiriannya.
Namun hal yang sangat disayangkan, tak satupun foto Wiji Astutik yang dimiliki Jariyem untuk membantu mempermudah pencarian. Jangankan foto Wijiastutik, dokumen-dokumen penting lainnya saja, Jariyem sama sekali tidak memiliki. Dengan demikian, sepenuhnya upaya Jariyem mencari Wijiastutik mengandalkan keberuntungan yang berpihak kepadanya.
Diantara isak tan tangis serta perih yang dia pendam, dari tepian hutan kayu putih RT 03 RW 03 Desa Mrican Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo Jawa Timur, menitipkan pesan, agar siapa saja yang mengetahui keberadaan Wijiastutik mohon untuk segera menghubungi redaksi, atau Wijiastutik sendiri yang membacanya, diharapkan untuk segera pulang menemui ibunda.
Sudah sepuluhan tahun lamanya mbah Jariyem tinggal di gubug ini. Tidak ada listrik, tidak ada kamar mandi. Ruangan dapur, gudang dan kandang ayam terintegrasi menjadi satu dengan ruang pembaringan mbah Jariyem kala melewati malam.
Jariyem Ibunda Wiji astutik :
Nduk, Wiji, Wiji Astutik Anakku, Muliho Nduk, Uripku saiki koyo ngene. Kowe nek nggoleki aku saiki eneng kene, eneng pinggir alas. Ojo nggoleki aku eneng keprabon, mergo aku wis ditundung minggat karo dulurmu ipe songko keprabo.
Mbok umure soyo tuwek nduk, sing dikarepne mbok bukan kepingin merepotkan anak di hari tua mbok, tapi mbok kepingin hidup bersama anak agar jika suatu saat mbok pergi dipanggil yang maha kuasa, kamu tidak menyesal. Kalau masih seperti sekarang ini kondisinya, nanti jika sewaktu-waktu mbok meninggal, apa kamu tidak menyesal jika hanya bisa menemukan kuburan mbok ?
Selama raga simbok masih mampu, insyaallah mbok tidak akan merepotkan siapapun, menjadi beban siapapun untuk memenuhi kebutuhan hidup mbopk sehari-hari. Malah, meskipun usia mbok sudah tua begini, mbok juga ingin bisa memberi kepada anak cucu dari hasil keringat mbok. Kamu tentu masih ingat bagaimana kehidupan di masa lalu kita, tidak pernah tertanam pendidikan dalam keluarga sehingga kita memiliki mental pengemis, apapun kondisinya.
Nduk, Wiji, sekali lagi, eleng ya nduk, mbok umure saiki wis tuwek, entah sampai kapan mbok akan hidup di dunia ini, hanya Allah SWT yang mengetahui dan memiliki kehendak. Kita manusia hanya menjalani ketentuan Allah SWT. Pulanglah nduk, jemput simbok."
Post a Comment